MAKALAH
ASPEK HUKUM DALAM
EKONOMI
DI SUSUN OLEH :
WIWIT
AULIA SUWARJONO (2C214231)
BUDI
WIDIYANTI (22214238)
ARI
PAMBUDI (2D214279)
JULIAN
AKBAR NATASAPUTRA (25214726)
ACHMAD
ABDUL KARIM
KELAS
: 2EB42 – AKUNTANSI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
KARAWACI
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT
karena kami menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan selesai tepat waktu. dan diberikan kelancaran dan
kemudahan untuk menyelesaikan kasus PERJANJIAN PERDAMAIAN PULAU SIPADAN LIGITAN
. tujuan penulis menyusun penelitian
ilmiah ini adalah untuk mengetahui seberapa penting peranan mahkamah
internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional antara ke dua Negara
tersebut yaitu Indonesia dan Malaysia serta mengetahui apa penyebab awal
perebutan pulau-pulau tersebut.
Dengan disusunnya penelitian makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada berbagai pihak yang membutuhkannya.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum saya ketahui. Maka dari itu saya harapkan mohon
saran & kritik dari teman-teman maupun dosen. Demi tercapainya makalah yang
sempurna.
Tangerang, 30April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar………………………………………………………………… i
Daftar
Isi………………………………………………………………………… ii
BAB 1
Pendahuluan
- Hukum Laut…………………………………………………………….. 1
- Perumusah Masalah……………………………………………………. 3
BAB II Pembahasan …………………………………………………………. 4
BAB III
Penutup
A. Keslimpulan…………………………………………………………. 7
B. Saran…………………………………………………………………. 7
Daftar
Pustaka…………………………………………………………………… 8
BAB I
PENDAHULUAN
Laut merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia melalui negara untuk memenuhi dan mewujudkan
kesejahteraan rakyat. Pada zaman dahulu laut dapat dimanfaatkan oleh setiap
Negara yang ingin memanfaatkannya, namun dengan adanya rezim hukum laut menurut
UNCLOS 1982 yang berisi berbagai peraturan dan pembatasan bagi setiap Negara
untuk memanfaatkan sumber daya alam berupa laut tersebut.
A. Rezim hukum laut tersebut terdiri
dari
1. Laut territorial (territorial sea)
sejauh 12 mil lait dari garis pangkal (pasal 3 UNCLOS)
2. Zona Tambahan (contigurous zone) sejauh
24 mil laut.yang diukur dari garis pangkal (pasal 33 ayat (2) UNCLOS)
3. Zone Ekonomi Eksklusif (Exclusive
economic zone) sejauh maksimal 200 mil laut yang diukur dari garis pangkal
(pasal 57 UNCLOS)
4. Landas Kontinen (Continental Shelf)
sejauh 200 mil laut sampai dengan 350 mil laut atau sampai dengan 100 mil laut
dari kedalaman (isbobath) 2500m (pasal 76 ayat (4) sampai dengan ayat (6)
UNCLOS)
5. Laut Lepas (high seas): Wilayah yang
tidak termasuk ZEE, laut territorial, perairan kepulauan, dan perairan
pedalaman (pasal 86 UNCLOS)
6. Kawasan (area) yaitu dasar laut dan
dasar samudera serta tanah dibawahnya diluar batas batas yurisdiksi nasional,
sebagai, common heritage.
7. Perairan kepulauan (archipelagic
waters) khusus untuk Negara kepulauan pasal 49 ayat 1 UNCLOS
8. Wilayah
Pesisir yaitu sebagai wilayah peralihan atau pertemuan antara wilayah darat dan
laut
Dengan
adanya peraturan rezim tersebut belum
bisa diterapkan pada setiap Negara yang
memiliki wilayah tersebut, hal ini disebabkan oleh:
1. Faktor Historis, dimana suatu Negara
menentukan batas wilayah lautnya berdasarkan sejarah wilayah kerajaan di masa
lampau, atau berdasarkan penemuan wilayah baru oleh Negara tersebut.
2. Faktor ekonomi, menyangkut masalah
devisa dari sumber daya yang terdapat di laut tersebut.
3. Faktor geografis, dimana bentuk Negara
tersebut terhimpit oleh Negara lain yang mengakibatkan batas wilayah lautnya
kabur.
Bahkan sejak
tahun 1974 Malaysia sudah mulai merancang dan membangun infra struktur
Ssipadan-Ligitan lengkap dengan fasilitas resort wisata. Kita seakan membiarkan
saja hal ini terjadi tanpa melakukan apapun atau bahkan melakukan hal yang
sama. Kesalahan kita ialah kita terlalu cukup percaya diri dengan bukti yuridis
yang kita miliki dan bukti bahwa mereka yang bertempat tinggal di sana adalah orang-orang
Indonesia. Tentu saja bukti ini sangat lemah mengingat bangsa Indonesia dan
bangsa Malaysia berasal dari rumpun yang sama dan agaknya cukup sulit
membedakan warga Indonesia dan warga Malaysia dengan hanya berdasarkan
penampilan fisik maupun bahasa yang dipergunakannya. Terlebih lagi sudah menjadi
ciri khas di daerah perbatasan bahwa
biasanya penduduk setempat merupakan penduduk campuran yang berasal dari ke dua
negara.
Melihat
pertimbangan yang diberikan oleh
mahkamah internasional, ternyata bukti historis kedua negara kurang
dipertimbangkan. Yang menjadi
petimbangan utama dari mahkamah internasional adalah keberadaan terus-menerus
dalam (continuous presence), penguasaan efektif (effectrive occupation) dan
pelestarian alam (ecology preservation). Ironisnya ternyata hal-hal inilah yang
kurang menjadi perhatian dari pihak Indonesia. Apabila di telah lebih dalam,
seharusnya ketiga poin di atas ialah wewenang dan otoritas dari Departemen Luar
Negeri beserta instansi lainnya yang berkaitan, tidak terkecuali TNI terutama
Angkatan Laut, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kelautan, Departemen
Pariwisata dan lembaga terkait lainnya. Sesungguhnya apabila terdapat
koordinasi yang baik antar lembaga untuk mengelola Sipadan-Ligitan mungkin
posisi tawar kita akan menjadi lebih baik.
2
Di samping itu
tumpang tindih pengaturan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan beberapa negara
tetangga juga berpotensi melahirkan friksi dan sengketa yang dapat mengarah
kepada konflk internasional. Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan,
isu maritim selayaknya menjadi perhatian dan melibatkan aneka kepentingan
strategis, baik militer maupun ekonomi.
Berkaitan dengan
batas teritorial ada beberapa aspek yang dialami Indonesia. Pertama, Indonesia
masih memiliki “Pulau-pulau tak bernama”, membuka peluang negara tetangga mengklaim
wilayah-wilayah itu. Kedua, implikasi secara militer, TNI AL yang bertanggung
jawab terhadap wilayah maritim amat lemah kekuatan armadanya, baik dalam
kecanggihan maupun sumber daya manusianya. Ketiga, tidak adanya negosiator yang
menguasai hukum teritorial kewilayahan yang di andalkan di forum internasional.
Pembenahan
secara gradual sebenarnya dapat dimulai dari tataran domestik untuk menjaga
teritorialnya. Pertama, melakukan penelitian dan penyesuaian kembali
garis-garis pangkal pantai (internal waters) dan alur laut
nusantara (archipelagic sea lanes). Hal ini perlu segera dilakukan untuk
mencegah klaim-klaim dari negara lain. Namun sekali lagi, Hal ini memerlukan
political will pemerintah. Kedua, mengintensifkan kehadiran yang terus-menerus,
pendudukan intensif dan jaminan pelestarian terhadap pulau perbatasan. Tidak
terpenuhinya unsur-unsur itu menyebabkan Sipadan-Ligitan jatuh ke Malaysia.
Oleh sebab itu dalam makalah ini kami akan membahas mengenai
“Penyelesaian Sengketa Wilayah Maritim Indonesia vs Malaysia yang menyangkut
laut territorial,ZEE, dan landas kontinen”
B. Perumusan
Masalah
1. Apakah yang menjadi penyebab sengketa
Indonesia VS Malaysia ?
2. Apa dasar hukum yang mengatur ?
3. Bagaimana Penyelesaian Sengketa ?
4. Langkah
apa yang diambil Malaysia dan Indonesia dalam menyelesaikan sengketa kedaulatan diantara
keduanya?
3
BAB II
PEMBAHASAN
- Penyebab
Sengketa Indonesia-Malaysia
Penyebab sengketa Indonesia-
Malaysia khususnya sengketa menganai pulau Sipadan-Ligitan. Mengapa pulau merupakan
obyek sengketa kelautan karena garis wilayah laut territorial diambil dari
pulau-pulau terluar suatu Negara. Sistem administrasi kedua pulau tersebut
selama ini tidak jelas atau kabur. Sementara dalam peraturan perundang-undangan
Indonesia sendiri kedua pulau tersebut tidak tercantum sebagai wilayah
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Padahal dalam ketentuan hukum
internasional bila suatu Negara memiliki wilayah atau mengklaim suatu wilayah
harus terdapat bukti yang menunjukkan bahwa sipadan ligitan masuk wilayah
Indonesia, bukti-bukti tersebut adalah
- Indonesia mengklaim sipadan ligitan berdasarkan peta
kerajaan nasional majapahit.
- Malaysia mengklaim kedua pulau tersebut berdasarkan
faktor kedekatan geografis.
1. Sosial budaya di kedua pulau tersebut
2. Sistem administrasi kependudukan.
Namun,
ternyata dalam prakteknya kehidupan di pulau Sipadan dan Ligitan lebih
cenderung ke Malaysia, hal itu ditunjukkan oleh:
- .Adanya patok-patok wilayah
perbatasan oleh Malaysia
- Transaksi dalam sehari-hari
menggunakan mata uang ringgit yang merupakan mata uang Malaysia
- Ternyata penduduk sipadan
ligitan tidak memiliki kartu tanda penduduk Indonesia
- Bahasa yang digunakan adalah
melayu, bahkan ada yg sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia
- Pembangunan di kedua pulau
tersebut lebih banyak dilakukan oleh Malaysia
- Oleh karena sebab-sebab
tersebut diatas maka Malaysia mengklaim kedua pulau tersebut sebagai
miliknya, yang mana membuat pemerintah Indonesia kecolongan.
4
B. Dasar
hukum wilayah maritim antara Indonesia dan Malaysia
- Persetujuan tentang Penetapan
Garis Batas Landas Kontinen antara Kedua Negara ditandatangani 27 Oktober
1969 di Kuala Lumpur dan di ratifikasi dengan Keppres No.89/1969, LN
1979/54.
- Perjanjian tentang Penetapan
Garis Batas Laut Teritorial kedua Negara di Selat Malaka yang
ditandatangani di Kuala Lumpur tanggal 17 Maret 1970 dan diratifikasi
dengan UU No. 211971, LN 1971/16.
- Persetujuan antara RI,
Malaysia dan Thailand tentang Penetapan Garis-garis Batas Landas Kontinen
di Bagian Utara Selat Malaka, yang ditandatangani di Kuala Lumpur pada
tanggal 21 Desember 1971 dan diratifikasi dengan Keppres No. 20/1972, LN
1972115
C. Penyelesaian
Sengketa
Setelah mengalami perdebatan yang sengit, akhirnya kedua
Negara tersebut bersepakat untuk membawa masalah tersebut ke Mahkamah
Internasional. Di mana berdasarkan fakta-fakta yang diajukan oleh kedua belah
pihak membuktikan fakta-faktanya sehingga akhirnya Malaysialah yang mampu
membuktikan bahwa secara administrasi Malaysia sudah menduduki pulau tersebut.
Mahkamah
Internasional (International Court of Justice) telah memutuskan bahwa Malaysia
memiliki kedaulatan atas Pulau Sipadan-Ligitan. Pemerintah Indonesia menerima
keputusan akhir Mahkamah Internasional (MI). Kala itu, pada sidang yang dimulai
pukul 10.00 waktu Den Haag, atau pukul 16.00 WIB, MI telah mengeluarkan
keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara
Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia
dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada
Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu
hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia.
5
Kemenangan Malaysia, berdasarkan pertimbangan effectivitee,
yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan
administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa
burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan
operasi mercusuar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang
dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan
chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu). Di pihak yang lain, MI
juga menolak argumentasi Indonesia yang bersandar pada konvensi 1891, yang dinilai
hanya mengatur perbatasan kedua negara di Kalimantan. Garis paralel 14 derajat
Lintang Utara ditafsirkan hanya menjorok ke laut sejauh 3 mil dari titik pantai
timur Pulau Sebatik, sesuai dengan ketentuan hukum laut internasional pada
waktu itu yang menetapkan laut wilayah sejauh 3 mil.
Sesuai dengan kesekapatan antara Indonesia-Malaysia tidak
ada banding setelah keputusan ini. Sebab, keputusan mahkamah ini bersifat final
dan mengikat. Tentang tindak lanjut pasca keputusan MI, menteri menyatakan, langkah
pertama yang diambil adalah merumuskan batas-batas negara dengan negara-negara
terdekat. Untuk Sipadan-Ligitan akan ditarik batas laut wilayah sejauh 12 mil
dari lingkungan dua pulau tersebut.
6
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
1)
Kasus sengketa tentang perebutan wilayah pulau Sipadan-Ligitan
oleh Malaysia dan Indonesia telah diselesaikan oleh Mahkamah Internasional
dengan hasil keputusan pulau tersebut jatuh pada Malaysia dan didukung oleh
fakta-fakta.
2) Kasus ini merupakan pembuktian bahwa
salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa Internasional adalah melalui
Mahkamah Internasional
3) Kasus ini sangat disayangkan karena
pihak negara Indonesia tidak memiliki bukti pembantu yaitu peta kepemilikan
pulau .
Kasus ini dimenangkan oleh Malaysia yang dapat memiliki Pulau Sipadan &
Ligitan. Karena, Malaysia terbukti lebih banyak melakukan konvervasi dan
merawat pulau Sipadan &Ligitan dibandingkan dengan pihak Indonesia, yang
tidak sama sekali melakukan konservasi dan perawatan untuk pulau tersebut
- Saran
1) Setiap Negara harus menjaga
kedaulatan wilayahnya agar tidak diklaim oleh Negara lain.
2) Apabila ada sengketa antarnegara,
baik wilayah maupun yang lainnya, harus diselesaikan secara damai terlebih
dahulu. Apabila tidak tercapai, maka diajukan ke PBB. dan seharusnya perbatasan wilayah antar negra lebih
di perhatikan lagi penjagaan batas batas nya dan di rawat sebaik mungkin untuk
menjaga keutuhan
3) wilayah tersebut
7